Ads

Delman Ciwidey Tak Pernah Mati Dimakan Zaman

Daftar Isi [Tampil]
Infociwidey.com - Delman, saat kita mendengar kata itu, fikiran kita pasti langsung terbayang suatu kendaraan tradisional yang beroda dua, atau empat yang tidak menggunakan mesin, melainkan menggunakan kuda untuk menjalankannya.

Nama kendaraan ini berasal dari nama penemunya, yaitu Charles Theodore Deeleman, seorang litografer dan insinyur di masa Hindia Belanda.

Orang Belanda sendiri menyebut kendaraan ini dengan nama dos-à-dos (punggung pada punggung, arti harfiah bahasa Perancis), yaitu sejenis kereta yang posisi duduk penumpangnya saling memunggungi. Istilah dos-à-dos ini kemudian oleh penduduk pribumi Batavia disingkat lagi menjadi 'sado'.

Selain itu, Variasi alat transportasi yang menggunakan kuda selain delman antara lain adalah Kereta Perang, Kereta Kencana dan Kereta kuda.

Jaman dulu, sebelum kendaraan bermesin popular, delman sangat berperan dalam kehidupan manusia, delmanlah yang membantu masyarakat untuk bepergian, mengangkut-angkut barang, dan hal lain yang bisa dilakukan dengan memanfaatkan fungsi dari delman tersebut. Dan keberadaan delman pada massanya sangat membantu masyarakat.

Namun, apakah pada zaman seperti ini, yang segala halnya sudah menggunakan mesin dan komputer, bahkan banyak kendaraan yang lebih canggih, yang beroda dua, tiga, empat, juga ada yang beroda enam bahkan lebih, yang bisa digunakan dan lebih efisien untuk membantu pekerjaan manusia.

Dalam kondisi tersebut, apakah delman masih digunakan dalam kehidupan sehari-hari?.

Syukurnya, masyarakat Indonesia tidak terbutakan oleh zaman yang semakin canggih dan modern ini, mereka masih tetap menjaga, dan sebisa mungkin melestarikan budaya-budaya yang telah di turunkan oleh nenek moyangnya.

Dari kesenian-kesenian tradisional, penganan-penganan tradisional dan bahkan delman yang menjadi alat transportasi tradisional Indonesia.

Meskipun sebagian kesenian Indonesia sempat di klaim oleh Negara lain, karena kelalaian masyarakat Indonesia, yang tidak terlalu memerhatikan salah satu budayanya, namun setelah kejadian itu, masyarakat Indonesia lebih memperhatikan, menjaga, dan melestarikan budaya yang menjadi kekayaan Negara Indonesia.

Seperti hal nya Alit, yang sampai saat ini masih manjaga dan melestarikan kendaraan tradisional delman, dengan bekerja sebagai penarik delman di daerah Ciwidey, yang menjadi profesi turun-temurun di keluarganya. Meskipun jaman sudah modern seperti ini, dan banyak kendaraan umum bermotor seperi ojek, angkot, dan kendaraan lainnya seperti bus yang menjadi saingan berat, namun kakek beranak tiga dan bercucu dua ini tetap bertahan menjadi penarik delman.

Ia menuturkan, bahwa ia sudah betah, cocok dan nyaman dalam menjalani profesinya sebagai penarik delman, meskipun banyak pesaing penarik delman yang lain, bahkan pesaing  kendaraan umum lainnya.

Pria kelahiran Cibodas ini,  yang sudah dari kecil mengendarai delman, mendapatkan kudanya dari hasil kredit. Pada tahun 1980, ia membeli delman dengan harga Rp. 70.000, lalu ia menyewa kuda pada suatu Bandar kuda yang suka memasok kuda-kuda untuk penarik delman dengan harga Rp. 10.000 sampai Rp. 20.000 per 10 minggunya, itu pada tahun 80-an. Lalu ia mengkredit kuda, dan membayarnya dengan hasil yang ia peroleh, sampai kuda yang ia kredit lunas dan sepenuhnya menjadi miliknya.

Untuk saat ini, biasanya Alit memulai pekerjaannya puluk 12.00 siang,  dan pulang kerumah pukul 05.00 sore, dengan penghasilan yang tidak tentu, ia masih bisa tetap membiayai  anak dan istrinya.

Alit mematok ongkos Rp.1.000 per orangnya untuk sekali jalan dari tempat biasa ia mangkal sampai terminal Cibeureum, namun jika penumpang meminta di antar ke tempat lain, Alit biasanya mematok ongkos antara Rp. 1.500 sampai Rp. 2.000 perorangnya.

Seharinya, Alit bisa mengantongi uang Rp. 30.000  dan paling kecil sekitar Rp. 20.000, itu juga belum di potong oleh biaya pangan kudanya, yang bisa mencapai Rp. 10.000.

Lalu tergantung kita, apakah penghasilan tersebut bisa di bilang besar atau kecil, namun Alit tetap bersyukur dengan penghasilannya tersebut.

Tidak sedikit rekan-rekan sepekerjaannya dulu yang meninggalkan profesi sebagai penarik delman, dan beralih ke profesi lain sperti tani, buruh, dan tidak sedikit pula yang beralih menjadi tukang ojek dan penarik angkot, karena mereka merasa pekerjaan barunya itu, bisa memberikan nafkah yang lebih besar untuk  keluarga mereka.

Meskipun demikian, ada sejumlah orang yang menggantikan, dan terjun di dunia menarik delman, dan menggantikannya meskipun jumlahnya tidak banyak.

Alit berharap pekerjaannya sebagai penarik delman ini bisa di turunkan kepada  anaknya kelak, namun harapan tersebut, kiranya tidak dapat terwud, pasalnya anak-anaknya lebih memilih pekerjaan lain, seperti buruh dan penjahit, di bandingkan bekerja sebagai penarik delman dengan alasan gengsi dan lain-lain.

Alit sangat menyayangkan hal ini, Karena sebagai salah satu keluarga yang sudah turun temurun berprofesi sebagai penarik delman, dan sekarang profesi yang sudah turun temurun itu harus terhenti di generasinya.

Namun, dengan kesadaran masyarakat dan kreatifitas masyarakat, sekarang delman bukan hanya mejadi alat transfortasi saja, sekarang sudah banyak orang dan di daerah yang tersebar, menjadikan delman sebagai objek wisata untuk anak-anak kecil yang ingin mengetahui  delman.

Seperti wisata kuda Ganesha, yang berada di seputaran ITB. Wisata ini menyediakan kuda tunggang dan delman yang bisa disewa untuk memutari daerah sekitar ITB.

Delman merupakan salah satu kekayaan budaya Indonesia, marilah kita jaga dan lestarikan. Jangan sampai budaya sperti ini hilang di telan masa, atau di klaim oleh Negara lain karena kita tidak menjaganya dengan baik.

Dengan cara yang sederhana dan sedikit kreatifitas kita, segala sesuatu bisa menjadi sumber penghasilan, selain menjaga kebudayaan, kita juga meraih untung rupiah dari hal tersebut.

Terimakasih telah bersedia berkunjung ke Web ini, semoga artikel yang ada disini bisa membantu anda semua Salam, Admin

Post a Comment

0 Comments